Senin, 14 Januari 2013


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS HASAN SADIKIN BANDUNG
Sari Kepustakaan        :    /Mei 2010
Subdivisi                     : Perinatologi
Oleh                            : Dinna Meinardaniawati
Pembimbing                : Prof. Dr. H. Abdurachman S, dr., SpA(K)
                                      Prof. Dr. H. Sjarif  Hidajat Effendi, dr., SpA(K)
                                      dr. Aris Primadi, SpA(K)
                                      dr. Tetty Yuniati, SpA(K), M.Kes
                                      dr. Fiva Aprilia Kadi, SpA, M.Kes
Hari/Tanggal               : Senin, 7 Juni 2010

SYOK SEPTIK PADA NEONATUS

1.      PENDAHULUAN
Syok Sepsis merupakan masalah kesehatan utama yang melibatkan jutaan manusia di seluruh dunia. Penyakit ini masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus, bersama dengan timbulnya disfungsi organ multipel yang terjadi pada pasien sepsis.1,2,3,4 Syok septik menjadi suatu permasalahan klinis yang sangat kompleks, terjadi akibat keadaan sepsis yang memburuk.4 Faktor-faktor risiko yang meningkatkan kejadian sepsis selama periode neonatal, yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah, pembedahan, pasien dengan ventilasi mekanik, pemberian nutrisi parenteral, dan adanya flora abnormal gastrointestinal. Mortalitas sepsis neonatorum berhubungan dengan disfungsi organ multipel, sebagaimana terjadi pada pasien dewasa. Penanganan yang tepat diperlukan untuk mencegah terjadinya syok septik dan disfungsi organ multipel tersebut.1,4
Hasil akhir syok septik dan sepsis berat pada neonatus dan anak telah mengalami perbaikan sebelum tahun 2002 dengan adanya penanganan the advent of neonatal and pediatric intensive care.5,6,7 Insidens dari sepsis itu sendiri diketahui meningkat menurut kelompok umur pada dua dekade terakhir.6 Di Amerika Serikat sepsis diperkirakan terjadi sekitar 750.000 kasus setiap tahunnya pada populasi menurut umur dengan jumlah yang terus meningkat, yaitu pada  pasien dengan organisme yang resisten terhadap pengobatan atau compromised immune system.3,8,9  Pada neonatus, sepsis mempunyai insidens 1-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan angka mortalitas 15-50%, atau sekitar 26% diseluruh dunia.10,11 Referensi lain  menyebutkan angka mortalitas akibat syok septik  adalah sebesar 40-70%, sedangkan yang disebabkan oleh sepsis berat adalah 25-30%.3 Angka kematian akibat syok septik tergantung pada tempat awal timbulnya infeksi, bakteri patogen, adanya Multiorgan Dysfunction Syndrome (MODS), dan respon imun pejamu.4 Sepsis bakterialis yang menyebabkan syok septik menjadi penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas, terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah.4,12
Pada tahun 2002, The American College of Critical Care Medicine (ACCM) membuat pedoman Clinical Practice Parameters for Hemodynamic Support of Pediatric and Neonatal Shock yang merupakan pedoman penanganan syok septik pada neonatus dan anak yang dimodifikasi pada tahun 2007.5 Banyak penelitian yang telah dilakukan berdasarkan pada pedoman dan rekomendasi ACCM untuk penanganan syok septik berhasil membuktikan manfaat dan efektivitasnya dalam menurunkan angka kematian akibat syok septik.5 Penelitian uji klinis dan eksperimental mengenai syok septik telah membuktikan bahwa waktu sangat memegang peranan penting. Penanganan syok septik secara dini dan agresif dalam pemberian cairan resusitasi (early, aggeressive fluid resuscitation) memberikan hasil keluaran yang lebih baik.13
Keterlambatan diagnosis dan penanganan syok septik yang kurang tepat menyebabkan angka kematian masih tinggi dengan insidens yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya.9 Hal ini mengharuskan para klinisi memiliki pemahaman tentang etiologi,  patofisiologi, dan penatalaksanaan syok septik.  Dalam referat ini akan dibahas mengenai penegakan diagnosis syok septik pada neonatus dan penatalaksanaannya.

2. DEFINISI
Syok septik merupakan keadaan sepsis yang memburuk, awalnya didahului oleh suatu infeksi. Definisi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) adalah suatu respon peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa. Respon peradangan ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup mengenali atau menghilangkan infeksi tersebut.4  Sepsis adalah SIRS yang disertai adanya bukti infeksi.3,4,9  Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan salah satu disfungsi organ kardiovaskular atau acute respiratory distress syndrome, atau ≥2 disfungsi organ lain (hematologi, renal, hepatik).3,4,9,14 Syok septik adalah sepsis berat yang disertai adanya hipotensi atau hipoperfusi yang menetap selama 1 jam, walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.3,4,9  Literatur lain menyebutkan syok septik adalah sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular, yang masih berlangsung setelah diberikan cairan isotonik bolus intravena  > 40 ml/kgbb selama 1 jam.14

2.1 Kriteria Disfungsi Organ, antara lain sebagai berikut:14
2.1.1. Disfungsi kardiovaskular
Tekanan darah yang menurun (hipotensi) < persentil ke-5 menurut kelompok umur atau tekanan darah sistolik > 2 SD dibawah normal menurut kelompok umur,14 atau
Kebutuhan akan obat-obatan vasoaktif untuk menstabilkan tekanan darah (dopamin > 5 mikrogram/kgbb/menit, dobutamin, epinefrin, atau norepinefrin), atau
   Dua dari gejala sebagai berikut: oliguria (output urin < 0,5 ml/kgbb/jam), cappilary refill time memanjang > 3 detik, perbedaan suhu tubuh perifer dan inti > 30C.
2.1.2 Disfungsi respiratori   
PaCO2 > 20 mmHg di atas batas normal.
Memerlukan FiO2 > 50% untuk memperoleh saturasi > 92%.
Kebutuhan akan ventilasi mekanik invasif atau non-invasif.
2.1.3 Disfungsi neurologis
   Glasgow come scale < 11, atau
   Perubahan status mental akut disertai penurunan GCS > 3 dari batas normal.
2.1.4 Disfungsi Hematologi
    Jumlah Trombosit < 80.000/mm3, atau menurun > 50% dari jumlah trombosit tertinggi yang tercatat selama 3 hari terakhir.
2.1.5 Disfungsi Renal
Kadar kreatinin serum > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.14 Kriteria acute renal failure pada neonatus yaitu jika kadar ureum darah mencapai > 20 mg/dl.15
2.1.6 Disfungsi Hepar
Kadar alanin transaminase > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.14

Tabel 1. Definisi Syok menurut American College of Critical Care Medicine Hemodynamic
Cold or Warm Shock     Menurunnya perfusi yang bermanifestasi sebagai perubahan status mental,
                                      capillary refill > 2 detik (cold shock) atau pengisian kembali kapiler cepat (warm
                                        shock),  tekanan nadi perifer menyempit (cold shock) atau bounding (warm shock),
                                      ekstremitas dingin dan mottling (cold shock), atau output urin yang menurun < 1
                                      ml/kgbb/jam.

Syok refrakter cairan     Syok yang menetap walaupun telah diberikan cairan  resusitasi ≥ 60 ml/kgbb 
atau resisten                   dan infus Dopamin sampai 10 mikrogram/kgbb/menit.
dopamin  

Syok resisten                Syok yang menetap walaupun telah diberikan direct acting catecholamines;
katekolamin                  epinefrin atau norepinefrin.

Syok refrakter                Syok yang menetap walaupun telah dilakukan goal directed therapy menggunakan
                                     Obat inotropik, vasopressor, vasodilator, dan pemeliharaan metabolik rumatan 
                                     serta homeostasis hormonal.

Sumber: Brierley, Carcillo, Choong, Cornell, 2007.5

3. ETIOLOGI
Infeksi yang terjadi pada pejamu berasal dari adanya kontak dengan organisme patogen potensial. Organisme patogen tersebut berproliferasi dan mempengaruhi pertahanan tubuh pejamu. Sumber infeksi pada neonatus dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu: infeksi intrauterin (transplasental), perinatal selama proses persalinan (intrapartum), dan infeksi yang didapat dari rumah sakit selama periode neonatal (postnatal) dapat berasal dari ibu atau lingkungan rumah sakit.16
Pada sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh kuman gram negatif, baik karena bakteriemia atau endotoksemia, namun kuman gram positif juga diketahui dapat menyebabkan syok. Jenis kuman gram negatif yang sering menyebabkan syok septik adalah Escherichia coli dan grup Klebsiella-Aerobacter.17 Eschericia coli adalah salah satu organisme enterik maternal yang berkolonisasi di dalam saluran gastrointestinal neonatus, yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah.18,19 Diplococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus β hemolyticus merupakan kuman gram positif yang sering menjadi penyebab pada syok septik.17 Staphylococcus Aureus dan bakteri gram negatif lebih sering ditemukan di negara berkembang.20  
            Organisme penyebab paling banyak sepsis neonatorum telah mengalami perubahan pada beberapa dekade terakhir, dan bervariasi secara geografis.18,20 Saat ini, Streptococcus grup B merupakan bakteri penyebab paling banyak.18,19,20,21 Streptococcus grup B didapat baik intrapartum maupun postpartum.18,19,20 Selama beberapa tahun di Amerika Serikat, organisme penyebab sepsis yang paling sering ditemukan adalah golongan bakteri gram negatif. Namun, pada tahun 2000 bakteri gram positif ditemukan sebesar 52,1% dari keseluruhan kasus sepsis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri gram negatif sebesar 37,6%. Sebagian kasus tertentu, ditemukan organisme multipel sebagai penyebabnya, yaitu sekitar (4,7%),  jamur (4,6%), dan bakteri anaerob (1,0%). Selama periode kurang lebih 20 tahun sejak tahun 1979 sampai 2000 infeksi bakteri gram positif meningkat dengan rata-rata 26,3% pertahun dan infeksi jamur meningkat sebesar 9% selama periode tersebut.6
            Penyebab sepsis bakterialis juga bervariasi berdasarkan usia postnatal. Pada tahun 1991-1993, dilakukan penelitian kohort di Amerika Serikat dengan data yang diambil dari 12 pusat kesehatan sebanyak 7.861 bayi dengan berat badan lahir rendah.20 Hasil penelitian menyatakan insidens sepsis awitan dini yang terjadi dalam 72 jam pertama kehidupan sekitar 1,9% dan sepsis awitan lanjut sebanyak 25%.20 Sepsis awitan dini merupakan penyebab kematian terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah (<1500 gram).22

4. KLASIFIKASI
Vasokonstriksi adalah suatu respon normal terhadap keadaan tekanan arteri sangat rendah untuk memenuhi perfusi jaringan, seperti pada syok hemoragik akut atau syok kardiogenik. Pada syok septik, seringkali hipotensi yang timbul adalah akibat kegagalan dari otot-otot halus pembuluh darah berkonstriksi.23
Syok septik merupakan kombinasi dari tiga tipe klasik syok yaitu: hipovolemik, kardiogenik, dan distributif.4 Syok hipovolemik terjadi akibat kehilangan cairan intravaskular melalui kebocoran kapiler, syok kardiogenik terjadi karena efek depresan miokardium akibat sepsis, dan syok distributif  diakibatkan oleh menurunnya tahanan vaskular sistemik.4 Syok septik adalah bentuk dari syok distributif yang ditandai oleh vasodilatasi dari pembuluh darah arteri dan vena.24 Syok septik dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu warm Shock dan cold shock. Warm shock ditandai dengan curah jantung yang meningkat, kulit yang hangat dan kering, serta bounding pulse dan cold shock ditandai oleh curah jantung yang menurun, kulit lembab dan dingin, serta nadi yang lemah.22

5. PATOFISIOLOGI
Syok terjadi karena adanya kegagalan sirkulasi dalam upaya memenuhi kebutuhan tubuh.4 Hal ini disebabkan oleh menurunnya cardiac output atau kegagalan distribusi aliran darah dan kebutuhan metabolik yang meningkat disertai dengan atau tanpa kekurangan penggunaan oksigen pada tingkat seluler.4 Tubuh mempunyai kemampuan kompensasi untuk menjaga tekanan darah melalui peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi perifer.4,23 Hipotensi dikenali sebagai tanda yang timbul lambat terutama pada neonatus  karena mekanisme kompensasi tubuh mengalami kegagalan sehingga terjadi ancaman kardiovaskuler.4
Respon imun pejamu, melalui sistem imun seluler dan humoral serta reticular endothelium system (RES), dapat mencegah terjadinya sepsis. Respon imun ini  menghasilkan kaskade inflamasi dengan mediator – mediator yang sangat toksik termasuk hormon, sitokin, dan enzim. Jika proses kaskade inflamasi ini tidak terkontrol, maka SIRS terjadi dan dapat berlanjut dengan disfungsi sel, organ, dan gangguan sistem mikrosirkulasi.4
            Kaskade inflamasi dimulai dengan toksin atau superantigen. Endotoksin (suatu lipopolisakarida), mannosa, dan glikoprotein, komponen dinding sel bakteri gram negatif, berikatan dengan makrofag meyebabkan aktivasi dan ekspresi gen inflamasi. Superantigen atau toksin yang berhubungan dengan bakteri gram positif, mycobacteria, dan virus akan mengaktivasi limfosit dan menginisiasi kaskade mediator inflamasi.4
Gangguan mikrosirkulasi dalam bentuk jejas endotel, akan melepaskan substansi vasoaktif, perubahan tonus kardiovaskuler, obstruksi mekanis kapiler karena adanya aggregasi elemen seluler, dan aktivasi sistem komplemen.4 Pada tingkat seluler terdapat penurunan fosforilasi oksidatif sekunder karena penurunan penghantaran oksigen, metabolisme anaerob karena penurunan adenosine triphosphate (ATP), penurunan glikogen, produksi laktat, peningkatan kalsium sitosol, aktivasi membran fosfolipase, dan pelepasan asam lemak dengan pembentukan prostaglandin.4
Respon biokimia termasuk produksi metabolit asam arakhidonat, melepaskan faktor depresan jantung, endogen opiat, aktivasi komplemen, dan produksi mediator lainnya. Metabolit asam arakhidonat seperti (1)thromboxane A2 menyebabkan vasokontriksi dan agregasi trombosit, (2)prostaglandin, seperti PGF2 yang menyebabkan vasokontriksi, dan PGI2  menyebabkan vasodilatasi, serta (3)leukotrien yang menyebabkan vasokontriksi, bronkokontriksi, dan peningkatan permeabilitas kapiler. Faktor depresan jantung, tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan beberapa interleukin menyebabkan depresi miokardium melalui peningkatan perangsangan nitrit oksida sintase. Opiat endogen, termasuk didalamnya β-endorfin, menurunkan aktivasi simpatis, menurunkan kontraksi miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi sistem komplemen merangsang lepasnya mediator vasokontriksi yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan aktivasi dan agregasi trombosit dan granulosit..4
           
6. DIAGNOSIS
Pengenalan dini syok septik sangat esensial untuk memperoleh outcome yang baik. Syok septik merupakan suatu diagnosis klinis, yang ditandai oleh adanya perfusi yang menurun.6  Stadium awal syok septik dapat dikenali dengan ditemukan takikardi, bounding pulse, serta perubahan kesadaran. Stadium lebih lanjut dapat ditemukan waktu pemanjangan pengisian kapiler, dan akhirnya tanda lambat yang timbul adalah hipotensi.5  Syok septik harus didiagnosis secara klinis sebelum timbulnya hipotensi, yaitu hipotermi, atau hipertermi, perubahan status mental, vasodilatasi perifer (warm shock) atau vasokontriksi dengan capillary refill >  3 detik (cold shock). Ambang batas denyut jantung yang berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada bayi dengan keadaan  critically ill adalah HR < 90 x/menit atau > 160x/menit.5
Syok septik harus dicurigai pada bayi baru lahir yang mengalami takikardi,  respiratory distress, malas menetek, tonus buruk, sianosis, takipnea, diare, atau penurunan perfusi, khususnya dengan adanya riwayat ibu dengan korioamnionitis atau ketuban pecah lama.21 Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dilakukan pada pasien syok septik, meliputi pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, dan elektrolit, serta mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan rontgen toraks.17 Pemeriksaan kultur dari  darah dan urin juga dilakukan, pungsi lumbal untuk kultur cairan serebrospinal (CSF), dan kultur yang secara klinis diperlukan atau sesuai indikasi dapat membantu menegakan diagnosis.17,21 Petanda biologis sebagai suatu respon terhadap infeksi yang meningkat salah satunya adalah C-reactive protein (CRP) yang membutuhkan waktu 12-24 jam untuk mencapai kadar dalam darah yang dapat di ukur.17

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan syok adalah untuk menjaga tekanan perfusi.5 Berdasarkan suatu penelitian menyatakan bahwa penanganan syok early goal-directed resuscitation dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita syok septik.9 Penggunaan ekspansi volume dan agen inotropik diperlukan untuk mencapai perfusi renal dan jaringan yang adekuat. Pada tahap awal digunakan penggunaan volume ekpansi cairan, berikutnya digunakan  agen inotropik.21  Dopamin dan dobutamin merupakan obat-obatan inotropik yang digunakan untuk mengatasi syok pada neonatus.24 Penggunaan kortikosteroid diberikan jika ekspansi volume dan agen inotropik tidak dapat mengatasi syok. Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis masih kontroversial.25 Suatu penelitian menunjukkan penggunaan dosis tunggal dapat dilakukan pada hipotensi refrakter tanpa menyebabkan reaksi simpang pada neonatus, tetapi berdasarkan tinjauan penelitian lain menyebutkan tidak terdapat cukup bukti untuk mendukung pemberian rutin steroid pada hipotensi neonatus.21
Terapi antibiotik empiris diberikan setelah pengambilan spesimen untuk kultur, yang dianjurkan adalah antibiotik broad spectrum, seperti ampisilin intravena dan gentamisin. Vankomisin dapat diberikan menggantikan ampisilin, jika diduga adanya infeksi stafilokokus (sering pada  neonatus yang berusia lebih dari 3 hari dengan monitoring invasif menggunakan kateter atau chest tube). Beberapa institusi menganjurkan penggunaan sefotaksim, terutama jika terdapat  infeksi sistem saraf pusat, penggunaan vankomisin menggantikan gentamisin untuk mencegah nefrotoksisitas. Dipertimbangkan penggunaan ini  terutama pada kuman gram negatif  yang spesifik dan jika terdapat resistensi.21
Pemberian intravena imunoglobulin (IVIG), penggunaannya masih kontroversial. Pada beberapa tinjauan terkini ditemukan bahwa penggunaannya dapat menurunkan mortalitas sepsis sebesar 3%.21  IVIG diketahui dapat membatasi kerusakan jaringan yang dicetuskan oleh aktivasi faktor komplemen dan merubah komplek imun inflammatory potential soluble.26 Beberapa institusi memberikan dosis tunggal  IVIG pada neonatus, seperti Veronate (antistafilokokus IVIG spesifik), tetapi pemberiannya tidak terbukti efektif sehingga hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut.21 Penatalaksanaan syok septik pada neonatus diajukan dalam bentuk algoritma berikut ini:

Unit Gawat Darurat

0 menit
Lihat tanda-tanda penurunan perfusi, sianosis, dan RDS.
Jaga jalan nafas dan buatlah akses menurut panduan NRP





5 menit




Syok belum dapat ditangani?
Resusitasi Awal: Bolus NaCl isotonis 10cc/kg atau koloid hingga 60 cc/kg sampai perfusi membaik, kecuali bila terjadi hepatomegali.
Perbaiki hipoglikemia & hipokalsemia. Mulai pemberian antibiotik.
Mulai pemberian prostaglandin hingga adanya lesi ductal-dependent dapat disingkirkan.









15 menit

Syok Refrakter Cairan: Titrasi Dopamin 5-9 μg/kg/menit. Tambahkan Dobutamin hingga 10
μg/kg/menit

Syok belum dapat ditangani?
 









60 menit
Syok belum dapat ditangani?
Syok refrakter cairan resisten-dopamin :  Titrasi epinefrin 0.05-0.03 mcg/kg/menit
Unit Perawatan Intensif



















Cold shock dengan tekanan darah normal dan bukti fungsi ventrikel kiri buruk: Bila Scv02<70%
Aliran SVC<40 mL/kg/menit atau CI<3.3 L/m2/menit,
Tambahkan vasodilator (nitrovasodilator, milrininone) dengan volume loading.

Warm shock dengan tekanan darah rendah: Tambahkan volume dan norepinefrin. Pertimbangkan vasopressin, terlipressin, atau angiotensin. Gunakan inotropik untuk menjaga agar ScvO2>70%, aliran SVC > 40mL/Kg/menit, dan CI 3.3L/m2/menit
Cold shock  dengan tekanan darah rendah dan bukti adanya disfungsi ventrikel kanan:
Bila PPHN dengan ScvO2<70% aliran SVC<40mL/kg/menit atau CI<3.3 L/m2/menit tambahkan inhalasi nitrit oksida, pertimbangkan milrininone, pertimbangkan Iloprost terinhalasi atau adenosine intravena.
Syok resisten-katekolamin :  Monitor CVP di NICU,  MAP-CVP & ScvO2 normal > 70%, aliran SVC > 40 mL/kg/menit atau CI 3.3 L/m2/menit














Syok belum dapat ditangani?
Syok belum dapat ditangani?
Syok Refrakter :  Atasi dan singkirkan kemungkinan efusi perikardium dan pneumotoraks, gunakan hidrokortison untuk insufisiensi adrenal absolut, dan triiodotironin untuk hipotiroidisme. Mulai pemberian pentoksifilin pada neonatus BBLSR. Pertimbangkan untuk menutup PDA bila signifikan secara hemodinamik
 









Syok belum dapat ditangani?
ECMO
 





Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Syok Septik Pada Neonatus
Sumber: Brierley, 20095

7.1 Penanganan ABC: Satu Jam Pertama Resusitasi
7.1.1 Tujuan:
 Menjaga jalan nafas, oksigenasi, dan ventilasi; mengembalikan dan menjaga sirkulasi, didefinisikan sebagai perfusi dan tekanan darah normal, menjaga sirkulasi  neonatus, dan menjaga denyut jantung dalam ambang batas normal.5
7.1.2 Jalan Nafas dan Pernafasan:
Kepatenan jalan nafas, oksigenasi dan ventilasi adekuat harus secara ketat dimonitor dan dipertahankan. Keputusan untuk mengintubasi dan ventilasi berdasarkan diagnosis klinis dapat dilihat dengan meningkatnya usaha napas (work of breathing), usaha napas yang tidak adekuat, hipoksemia berat, atau gabungan dari keadaan tersebut.5
7.1.3 Sirkulasi:
Akses vaskuler harus diperoleh dengan cepat menurut panduan program resusitasi neonatus, pemasangan kateter vena dan arteri umbilikal lebih banyak dilakukan.5
7.1.4 Resusitasi Cairan:
Diberikan bolus cairan 10 mL/kgbb, kemudian dilakukan observasi kemungkinan timbulnya hepatomegali dan meningkatnya kerja napas. Cairan dapat diberikan sampai 60 mL/kgbb pada  satu jam pertama.5
7.1.5 Dukungan Hemodinamik:
Pasien dengan syok berat memerlukan dukungan kardiovaskular selama resusitasi cairan. Dopamin dapat digunakan sebagai agen lini pertama. Pemberian awal yang disarankan kombinasi dopamin dosis rendah (<8μg/kgbb/menit) dan dobutamin (hingga 10μg/kgbb/menit). Bila pasien tidak merespon dengan adekuat pada intervensi ini, maka diberikan epinefrin (0,05-0,3μg/kgbb/menit) dapat diberikan untuk mengembalikan tekanan darah dan perfusi normal.5

7.2 Stabilisasi: Setelah 1 Jam Pertama (Dukungan Hemodinamik Unit Perawatan Intensif   
       Neonatus/NICU)
7.2.1 Tujuan:
Mengembalikan dan menjaga denyut jantung dalam ambang batas normal, menjaga perfusi dan tekanan darah normal, menjaga sirkulasi neonatus, ScvO2 >70%, CI >3,3L/menit/m2, dan  aliran SVC >40 mL/kgbb/menit.5
7.2.2 Resusitasi Cairan:
          Kehilangan cairan dan hipovolemia persisten karena kebocoran kapiler difus dapat berlangsung berhari-hari. Kristaloid adalah cairan pilihan pada neonatus dengan Hb > 12 g/dL. Dapat diberikan transfusi PRC bagi neonatus dengan kadar Hb < 12 g/dL. Continuous renal replacement therapy (CRRT) atau diuretik dianjurkan untuk neonatus yang mengalami overload cairan 10% dan tidak dapat mencapai keseimbangan cairan. Larutan infus isotonik mengandung D10% yang diberikan dengan kecepatan pemberian rumatan menyediakan penghantaran glukosa untuk  mencegah hipoglikemi.5
7.2.3 Dukungan Hemodinamik:
Pentoxifylline IV 6 jam per hari selama 5 hari dapat digunakan untuk mengatasi syok septik pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Pada neonatus dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk dan tekanan darah normal, penambahan nitrovasodilator atau phosphodiesterase inhibitor terhadap epinefrin (0,05– 0,3 mikrogram/kgbb/menit)  cukup efektif namun harus dimonitor untuk kemungkinan terjadinya toksisitas. Norepinefrin  efektif untuk mengatasi hipotensi refrakter, namun ScvO2 harus dijaga > 70%.5

7.3 Terapi ECMO dan CRRT untuk Syok Refrakter
Neonatus dengan syok refrakter harus dicurigai mempunyai morbiditas yang tidak biasa atau memerlukan penanganan spesifik, termasuk efusi perikardium (perikardiosentesis), pneumotoraks (torakosentesis), kehilangan darah yang terus berlangsung (penggantian darah/hemostasis), hipoadrenalisme (hidrokortison), hipotiroidisme (triiodotironin), inborn errors of metabolism (responsif kepada infus glukosa dan insulin), dan/atau penyakit jantung sianosis atau obstruktif (responsif kepada prostaglandin E1), atau PDA yang sangat besar (penutupan PDA).5 Apabila berbagai penyebab ini telah dapat disingkirkan, maka extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan terapi yang penting untuk dipertimbangkan bagi neonatus cukup bulan.4,5
Tingkat survival rate ECMO saat ini untuk sepsis neonatorum adalah 80%. Pada beberapa pusat kesehatan, syok refrakter dengan PaO2 < 40 mm Hg setelah terapi maksimal dianggap sebagai indikasi yang cukup untuk mulai memberikan terapi ECMO. Selain daripada itu, keuntungan lain adalah berkurangnya pemberian inotropik bila digunakan ECMO.
5
8. PROGNOSIS
Angka mortalitas syok septik sangat tergantung pada lokasi pertama kali infeksi, patogenisitas organisme penyebab, timbulnya multiorgan disfunction syndrome (MODS), serta respon imun dari pejamu. Pada neonatus, terutama dengan berat badan lahir rendah, mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya sepsis berat yang dapat memburuk menjadi syok septik.4

9. RANGKUMAN
Sampai saat ini syok septik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien dengan sepsis, termasuk neonatus. Keberhasilan dalam penatalaksanaan syok septik adalah dengan kecepatan dan ketepatan dalam menegakan diagnosis, pemberian regimen terapi, serta pemanfaatan waktu yang efektif. Melalui penanganan yang tepat terhadap syok septik, diharapkan dapat memperbaiki prognosis dan menurunkan angka mortalitas.

 REFERENSI
1.      Eaton S. Impaired energy metabolism during neonatal sepsis: the effects of glutamine. Procceedings of the nutrition society. 2003; 62:745-51.
2.      Palmer J. Sepsis and septic shock. Neonatology. New Bolton Center:1-7.
3.      Russel JA. Management of sepsis. New Engl J Med. 2006;355:1699-713.
4.      Enrionne MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response Syndrome. Dalam: Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;2007.h.1094-99.
5.      Brierley J, Carcillo JA, Choong K, Cornell T, DeCaen A, Deymann A, dkk. Clinical practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock: 2007 update from the American College of Critical Care Medicine. Crit Care Med.2009;37(2):666-88.
6.      Dowd MD. Management of pediatric septic shock in the emergency department. Pem-Database.Org.2003;1-12.
7.      Carcillo JA, Field AI. Clinical practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic shock. Crit Care Med.2002;30(6): 1365-78
8.      Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. New Engl J Med. 2003;348(2):138-50.
9.      Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R, dkk. Surviving Sepsis Campaign: International guidelines for management of sepsis berat and septic shock: 2008. Intensive Care Med.2008;34;17-60.
10.  Nupponen I, Andersson S, Jarvenpaa AL, Kautiainen H. Neutrophil CD11b Expression and circulating interleukin-8 as diagnostic markers for early-onset neonatal sepsis. Pediatrics. 2001;108:1-6.
11.  Seale AC, Mwaniki M, Newton CR, Berkley JA. Maternal and early onset neonatal bacterial sepsis: burden and strategies for prevention in sub-Saharan Africa. Lancet Infect Dis. 2009;9:428-38.
12.  Puopolo KM. Bacterial and Fungal Infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Starck AR, penyunting. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;2004.h.275-93.
13.  Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, Bills DM, Watson RS, Westerman ME, dkk. Early reversal of pediatric neonatal septic shock by community physicians is associated with improved outcome. Pediatrics. 2003;112:793-9.
14.  Khilnani P. Management of Septic Shock. Pediatric oncall. Di unduh tanggal 8 Mei 2010.Tersedia:http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/PEDIATRIC_EMERGENCIES/management_severe_sepsis_In_children.asp
15.  Mathur NB. Agarwal HS, Maria A. Acute renal failure in neonatal sepsis. Indian Journal of Pediatrics. 2006;73:499-502.
16.  Merenstein GB, Adams K, Weisman LE. Infection in the neonate. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, penyunting. Handbook of neonatal intensive care. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby; 2002.h.462-67.
17.  Yabek SM. Management of septic shock. Pediatr Rev. 1980;2:83-7.
18.  Adam D. Infections in Neonates and Prematures. Phil J Microbiol Infect Dis.1992;22(2):32-4.
19.  Infection and immunity. Dalam: Polin RA, Spitzer AR, penyunting. Fetal and neonatal secrets. Philadelphia: Hanley&Belfus; 2001.h.261-71.
20.  Freij BJ, McCracken GH. Acute Infections. Dalam: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald MG, penyunting. Neonatology Pathophysiology and Management of the Newborn. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 1999.h.1196-207.
21.  Hypotension and Shock. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Tuttle D, penyunting. Neonatology management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-6. United States of America: McGraw Hill;2009.h.324-30.
22.  Stoll BJ, Hansen N, Fanaroff AA, Wright LL, dkk. Changes in pathogens causing early-onset sepsis in very low birth weight infants. New Engl J Med. 2002;347:240-7.
23.  Landry DW, Oliver JA. Mechanisms of disease. New Engl J Med. 2001;345:588-95.
24.  Rai R, Singh DK. Intravenous adrenaline for shock in neonates. Indian Pediatrics. 2010;1-2.
25.  Leone M, Martin C. Rescue therapy in septic shock-is terlipressin the last frontier?. Critical care.2006;10:131-2.
26.  Haque KN. Immuno-modulation in neonatal sepsis: intravenous immunoglobulin therapy in the prevention and treatment of neonatal sepsis: is the answer, yes, no, or don’t know?. Haematologica reports.2006;2(10):38-41.