IMA

Terapi konsulan RSWS :
Plavix 4 tab
aspilet 2 tab lgs dikunyah
cedocard 5 mg SL


Kali ini saya akan banyak membahas lagi tentang kecintaan saya terhadap berbagai hal mengenai jantung yang merupakan alat vital utama penghidupan kita.
Seorang laki-laki umur 63 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak dan lemas. Lima hari lalu mengalami serangan nyeri dada (lamanya ± 30 menit) yang hebat disertai muntah-muntah dan keringat dingin. Takanan darah 90/50 mmHg.
Hasil EKG : Irama sinus, laju jantung 98x/menit, aksis normal, elevasi segmen ST : II, III, aVF, V3R, V4R, V7-V9, Depresi segmen ST : V2-V4, I, aVL.
Laboratorium : Hb : 14,2; Ht : 42, Leukosit : 12.800; Ck : 249; MB : 51, αHBDH = 1203
Diagnosis : Miokard Infark inferior posterior dan miokard infark ventrikel kanan hari kelima. Iskemia dinding anterolateral, syok kardiogenik.
Pembahasan
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada khas infark, elevasi segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim creatine kinase (CK), dan creatine kinase myocardial band (CKMB).
Pemeriksaan fisik pada IMA tidak ada yang karakteristik. Bila telah terjadi komplikasi seperti gagal jantung, maka dapat ditemukan irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah. Bila terjadi aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan keringat dingin.
Berhubung karena usaha reperfusi secepatnya dengan trombolitik (kurang dari 6 jam setelah serangan IMA) menentukan prognosis penderita IMA, sedangkan kenaikan enzim biasanay baru tmpak sesudah 6 jam , sehingga dibenarkan untuk mendiagnosis IMA hanya berdasarkan 2 hari tiga kriteria tersebut diatas, yaitu nyeri dada khas infark dan perubahan EKG.
Intervensi AMI dini ditujukan pada :
Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut
Beri oksigen 2-4 liter/menit untuk meningkatkan suplai oksigen; beri nitrat oral atau intravena untuk angina, morfin atau petidin untuk nyeri infark; beri diazepam 2 atau 5 mg stiap 8 jam.
Khusus pada infark miokard ventrikel kanan, maka penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mempertahankan preload ventrikel kanan dengan pemberian cairan.
Sebaiknya dihindari penggunaan nitrat, diuretik atau morfin. Sama halnya pada infark miokar inferior, apabila terjadi hipotensi dan bradikardi, maka dapat diberikan atropin dan cairan (50cc/10 menit) secara bertahap. Nitrat hanya diberikan jika hipotensi yang terjadi adalah akibat dari  nyeri dada yang disebabakan iskemia miokard.
Menstabilkan hemodinamik
Penderita dipuasakan selama 8 jam pertama serangan kemudian makanan lunak, dan beri laksansia agar tidak mengedan. Selain itu penderita harus istirahat dengan tirah baring sampi 24 jam bebas angina.
Tekanan darah dan laju jantung harus dikontrol secara ketat dengan penyekat beta, antagonis kalsium, atau ACE Inhibitor.
Penyekat beta dapat mengurangi kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan aliran darah koroner. Pemberian penyekat beta yang dianjurkan adalah tidak kurang 2 tahun setelah IMA. Kontraindikasi untuk penyekat beta antara lain : nadi <60 kali permenit, TD sistolik <100 mmHg, adanya tanda-tanda gagal jantung, perfusi perifer jelek, aritmia berupa blok, dan PPOK.
Antagonis kalsium yang terbukti memberi keuntungan untuk penderita IMA adalah diltiazem (herbesser, diltikor) pada penderita non-Q-wave myocardial infarction. Obat ini dapat diberikan pada hari-hari pertama IMA dengan dosis 30-90 mg setiap 6 jam.
Ace –inhibitors memiliki efek kardioptotektif yang efektif dapat menurunkan mortalitas pada penderita IMA yang hemodinamik stabil, tidak ada keluhan nyeri dada sedangkan terdapat tanda-tanda gagal jantung. Pemberian kaptopril mampu menghambat terjadinya dilatasi ventrikel kiri, evolusi dari gagal jantung, dan mencegah kematian akibat infark.
Reperfusi miokard secepatnya dengan trombolitik guna mencegah tejadinya nekrosis jaringan dan membatasi perluasan infark.
Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan streptokinase telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas, dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Indikasi penggunaan trombolitik : umur < 70 tahun, nyeri dada khas infark atau ekuivalen, elevasi ST > 0,1 mV sekurang-kurangnya pada dua sandapan EKG. Kontraindikasi : perdarahan aktif organ dalam, perkiraan diseksi aorta, resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik, trauma kepala yang baru atau neoplasma, kehamilan, TD > 200/120 mmHg, riwayat CVD hemmoragic, telah mendapat streptokinase dalam waktu 12 bulan.
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan risiko untik terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obat pencegahan. Hepari dan aspirin reperfusion triel menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan patensi dari arteri yang berhubungan dengan infark.
Mencegah Komplikasi

Komplikasi yang lain ialah : syok kardiogenik, ruptur septum atau dinding ventrikel, perikarditis, myocardial stunning dan tromboemboli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar