Rabu, 20 Februari 2013

GAGAL NAFAS

I. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Klik gambar untuk memperbesar



III. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
IV. TANDA DAN GEJALA A. Tanda
Gagal nafas total
• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
• Ada retraksi dada

B. Gejala
• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < style="font-weight: bold;">VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1. Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
VII. PENTALAKSANAAN MEDIS
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
Brokodilator
Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

Senin, 18 Februari 2013

DHF

Demam Berdarah
A. Demam Berdarah Dengue :
Adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aigypti.

Diagnosa (Kriteria WHO) :
Klinis :
  1. Panas 2 – 7 hari
  2. Tanda-tanda perdarahan, paling tidak tes RL yang positif.
  3. Adanya pembesaran hepar
  4. Gangguan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, nadi meningkat dan lemah serta akral dingin.

Laboratorium :
1. Terjadi hemokonsentrasi (PCV meningkat > 20 %)
2. Thrombocytopenia (Thrombocyte <100.000/cmm)

B. DHF Shock (DSS) : Adalah demam berdarah dengue yang disertai dengan gangguan sirkulasi, terdiri dari :
DHF grade III :
1. Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
2. Tekanan nadi < 20 mmHg
3. Nadi cepat dan lemah
4. Akral dingin.

DHF grade IV :
1.Shock berat,
2.Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba.

PROSEDUR
Pada penderita dewasa :
1. Cairan :
  • Infus NaCl 0,9 % / Dextrose 5 % atau Ringer Laktat
  • Plasma expander, apabila shock sulit diatasi.
  • Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12 – 24 jam maksimal 48 jam setelah shock teratasi.
  • Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal jantung, serta terjadinya shock ulang.

2. Tranfusi darah segar pada penderita dengan perdarahan masif. 3. Obat :
  • Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang dan/ atau dengan gejala sepsis
  • Kortikosteroid : pemberiannya controversial Hati-hati pada penderita dengan gastritis.
  • Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100 mg/kg BB setiap 6 jam i.v.
Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue (DBD)



Pada penderita DSS (DBD Grade III dan IV) anak-anak

1. Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :
  • Kristaloid :

• Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
• 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
• 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
  • Koloidal :
• Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)
• Plasma.
  1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam faali ----> diberikan 10 –20 ml/kg BB/ 1 jam.
  2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau 2 x).
  3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan larutan koloidal (Dextran atau Plasma) sejumlah 10 – 20 ml/kg BB/ 1 jam.


2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
  • Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang berkelanjutan.
  • Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun <>
  • Antipiretika : yang diberikan sebaiknya Parasetamol (mencegah timbulnya Efek samping pedarahan dan asidosis)
  • Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah. Dapat diberikan Valium 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak terjadi gangguan system pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali. Bila penderita kejang dapat diberikan kombinasi Valium (0,3 mg/kgBB) i.v. dan diikuti Dilantin (2 mg/kgBB/jam 3 kali sehari).

4. Oksigen

5. Koreksi asidosis Nabic dapat diberikan 1 – 2 mEq/kgBB, diberikan dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base defisit

6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi

7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan dengan dosis :
  • Hidrokortison 6 – 8 mg/kgBB/ 6 – 8 jam i.v.
  • Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.
  • Dexamethazon 1 – 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v.
8. Dopamine.



Minggu, 17 Februari 2013

Segmen ST pada penyakit jantung

Segmen ST adalah garis lurus yang menghubungkan ujung akhir kompleks WRS dengan bagian awal gelombang T. segmen ini mengukur waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada mulainya repolarisasi ventrikel

Infark Miokard
Pada infark miokard, elevasi segmen ST merupakan perubahan kedia yang terjadi secara akut pada evolusi infark. Elevasi segmen ST menandakan jejas miokardium. Jejas mungkin menggambarkan derajat cedera sel yang bukan disebabkan oleh iskemia saja tetapi jejas ini juga berkemungkinan reversible dan pada beberapa kasus segmen ST dapat dengan cepat kembali ke normal. Namun pada banyak keadaan, elevasi segmen ST merupakan tanda yang dpat dipercaya bahwa benar-benar telah terjadi infark dan gambaran EKG infark yang komplit akan terjadi kemudian.

Sekalipun pada keadaan infark sejati, segmen ST biasanya kembali ke gari isoelektrik dalam beberapa jam. Elevasi segmen ST yang menetap sering menunjukkan pembentukan aneurisma ventrikel, perlemahan dan penggembungan dinding ventrikel Seperti inverse gelombang T, elevasi segmen ST dapat dilihat pada sejumlah keadaan lain disamping jejas miokardim. Bahkan ada satu tipe elevasi segmen ST yang ditemukan pada jantung normal. Fenomena ini disebut sebagai repolarisasi awal atau elevasi titik J. titik J atau titik sambungan, merupakan tempat mulainya segmen ST dari kompleks QRS.

Elevasi titik J amat lazim pada individu muda yang sehat. Segmen ST biasanya kembali ke garis isoelektris pada latihan fisik. Elevasi titik J tidak mempunyai arti patologis apapun. Cara membedakan elevasi segmen ST dengan titik J, yaitu elevasi segmen ST pada penyakit miokardium mempunyai konfigurasi tersendiri. Segmen ST ini melengkung ke atas dan cenderung bergabung dengan gelombang T. pada elevasi titik J, gelombang T mempertahankan bentuk gelombangnya secara bebas.

Infark dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok anatomia umum. Kelompok ini adalah infark inferior, infark dinding lateral, infark anterior dam infark posterior. Perubahan EKG khas pada infark hanya terjadi pada sadapan-sadapan yang memonitor atau dekat tempat infark.
 ANTERO SEPTAL MIOCARDIAC INFARCTION


 ACUT ANTERIOR ATAU ANTEROLATERAL MIOCARDIAC INFARCTION


ACUT INFFERO POSTERIOR MIOCARDIAC INFARTION


  • Infark inferior, mengenai diagfragma jantung. Infark ini sering disebabkan oleh oklusi arteri koronaria kanan atau cabang desendensnya. Perubahan-perubahan EKG yang khas infark dapat ditemukan pada sadapan II, III dan aVF inferior.
  • Pada infark dinding lateral, elevasi ST dapat terlihat pada sadapan I, AVL, V5, dan V6. Perhatikan gelombang Q pada sadapan II, III dan aVF, yang menandakan infark inferior sebelumnya.
  • Pada infark anterior, mengenai permukaan anterior ventricular kiri dan biasanya disebabkan penyumbatan arteri desendens anterior kiri. Salah satu sadapan prekordial V1 – V6) dapat menunjukkan perubahan
  • Pada infark posterior mengenai permukaan posterior jantung dan biasanya disebabkan oleh penyumbatan arteri koronaria kanan. Tidak ada sadapan yang memonitor dinding posterior. Oleh karena itu, diagnosis darus dibuat dengan mencari perbuahan-perubahan resiprokal pada sadapan-sadapan anterior, terutama V1. Karena kita tidak dapat mencari elevasi segmen ST dan gelombang Q pada sadapan posterior yang tidak dipasang, kita harus mencari depresi segmen ST dan gelombang R tinggi pada sadapan anterior, terutama sadapan V1. infark posterior merupakan cerminan dari infark anterior pada EKG.

Infark miokard tanpa gelombang Q
Satu-satuya perubahan EKG yang tampak pada infark tanpa gelombang Q adalah inverse gelombang T dan depresi segmen ST. inverse gelombang T dapat dilihat pada sadapan V2 sampai dengan V6 . depresi segmen ST paling nyata pada sadapan V2 dan V3

Perikarditis
 
Pada penyakit perikarditis akut dapat menyebabkan elevasi segmen ST dan gelombang T merata atau inversi. Perubahan ini mudah dirancukan dengan infark yang sedang berkembang. Tanda-tanda EKG tertentu dapat membantu membedakan perikarditis dari infark, seperti:
Perubahan segmen ST dan gelombang T pada perikarditis cenderung difus, melibatkan jauh lebih banyaj sadapan daripada pengaruh infark yang bersifat local
Pada perikarditis, inverse gelombang T biasanya baru terjadi sesudah segmen ST kembali ke garis isoelektrik. Pada infark, inverse gelombang T biasanya mendahului normalisasti segmen ST. Pada perikarditis, tidak terjadi pembentukan gelombang Q

Angina
Angina merupakan nyeri dada yang khas yang menyertai penyakit arteri koronaria. Pasien angina pada akhirnya dapat mengalami infark atau dapat tetap stabil selama beberapa tahun. Gambaran EKG yang diambil selama serangan angina akan menunjukaan depresi segmen ST ayai inverse gelombang T

Ada 2 cara untuk membedakan depresi segmen ST pada angina dengan segmen ST pada infark tanpa gelombang Q, yakni dengan gambaran klinis dan perjalanan waktunya. Pada angina, Segmen ST biasanya kembali ke garis isoelektris segera sesudah serangan hilang. Pada infark tanpa gelombang Q, segmen ST tetap depresi sekurang-kurangnya selama 48 jam.

Angina Prinzmetal
Ada satu tipe yang disertai dengan elevasi segmen ST. sementara angina yang tipikal biasanya disebabkan oleh pengerahan tenaga dan merupakan akibat dari penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang progresif, pada angina prinzmetal dapat terjadi setiap waktu dan pada beberapa pasien disebabkan oleh spasme arteri koronaria. Sepertinya, elevasi segmen ST menggambarkan jejas mempunyai gambaran kengkung berkubah yang ditemukan pada infark sejati dan segmen STnya akan cepat kembali pada garis isoelektris bila pasien diberi obat antiangina.

Jantung Atlet
Pelari marathon dan atlet lain yang sedang mengikuti latihan ketahanan yang membutuhkan kapasitas anaero maksimaldapat menimbulkan perubahan pada EKGnya. Perubahan ini dapat membuat anda ngeri jika anda tidak terbiasa dengan keadaan ini. Perubahannya salah satunya dapat berupa: perubahan ST dan gelombang T yang non spesifik. Gambarannya yang khas dari perubahan ini yaitu elevasi segmen ST pada sadapan prekordial dengan gelombang T yang rata atau inverse.

Tidak satupun dari perubahan EKG ini yang perlu dikhawatirkan dan tidak memerlukan pengobatan. Lebih dari satu atlet ketahanan yang menjalani pemeriksaan EKG rutin, dimasukkan ke CCU karena dokternya tidak paham tentang perubahan-perubahannya.

Pada blockade cabang berkas dan repolarisasi
 
Pada blockade cabang berkas kanan maupun kiri, rangkaian repolarisasi juga terkena. Pada blockade cabang berkas kanan, sadapan prekordial kanan akan menunjukkan depresi segmen ST dan inverse gelombang T, tepat seperti gambaran strain yang terjadi pada hipertrofi ventrikel. Serupa halnya pada blockade cabang berkas kiri, depresi segmen ST dan inverse gelombang T dapat ditemukan pada sadapan-sadapan lateral kiri.

Pengaruh obat-obatan
Digitalis, ada dua kelompok perubahan EKg yang disebabkan oleh digitalis; kelompok yang terjadi pada kadar obat terapeutik dalam darah dan kelompok yang terjadi pada kadar darah toksik. Pada perubahan EKG yang berkaitan dengan kadar terapeutik darah. Kadar terapeutik digitalis menghasilkan perubahan segmen ST dan gelombang T pada kebanyakan orang yang minum obat tersebut. Perubahan ini dikenal dengan efek digitalis dan berupa depresi segmen ST dengan gelombang T rata atau inverse.

Depresi segmen ST mempunyai lereng turun yang sangat landai yang hamper tidak dapat dikenali muncul dari gelombang R didepannya.gambaran yang khas ini memungkinkan untuk membedakan pengaruh digitalis dari depresi segmen ST yang lebih simetris akibat iskemia. Efek digitalis biasanya paling menonjol pada sadapan yang mempunyai gelombang R tinggi. Ingat: efek digitalis adalah normal juga dapat diramalkan dan obat tidak perlu dihentikan.

Hipokalemia
Pada hipokalemia, kembali EKG dapat menjadi alat ukur yang lebih baik untuk toksisitas serius dibandingkan dengan kalium serum. Dapat ditemukan 3 perubahan, yang terjadi tanpa urutan tertentu, yaitu: Depresi segmen ST, gelombang T merata dan munculnya gelombang U.
Istilah Gelombang U diberikan pada gelombang yang muncul setelah gelombang T pada siklus jantung. Arti fisiologis tepatnya belum dipahami. Walaupun gelombang U merupakan tanda hipokalemi yang sangat khas, gelombang u ini sendiri seja tidak bersifat diagnostic. Keadaan-keadaan lain dapat menghasilkan gelombang U yang menonjol dan gelombang U kadang-kadang dapat ditemukan pada pasien dengan jantung normal dan kadar kalium serum yang normal.

Hipotermia
Ketika suhu tubuh turun di bawah 30
, salah satu perubahan yang terjadi pada EKG berupa elevasi segmen ST yang membedakan dan betul-betul diagnostic mingkin muncul. Elevasi ini berupa kenaikan tegak lurus mendadak pada titik J dan kemudian menurun kembali sama mendadaknya ke garis isoelektrik. Hasil konfigurasinya disebut gelombang j atau gelombang Osborn.